Sabtu, 05 April 2014

Lebih Menyayangimu

Tubuhku gemetar, ada rasa tak percaya yang menyelimuti setiap rongga di perasaanku. Lalu kuminta kau untuk mengulangi lagi kata-katamu, seakan aku sedang memastikan apakah aku tuli atau tidak, namun yang kudengar tetap sama; "Aku sayang kamu.".
Lalu reaksi selanjutnya sudah bisa dipastikan, adalah konflik antara si setan dan si malaikat di pikiranku. Aku tahu, kamu terlalu sempurna untuk disandingkan dengan gadis absurd macam aku. Ah, jangan lah untuk menjadi pasangan, bahkan untuk berdiri berdampingan saja aku sudah menahan malu. Laki-laki seperti kamu, tidak pantas untuk menyayangi gadis seperti aku. Kamu sudah buta? Kamu punya semua hak didunia ini untuk mendapatkan gadis yang jauh lebih baik daripada hanya sekedar aku!
Aku menghela nafas panjang, nafas yang selama ini tercekat bagaikan orang yang dicekik hingga sekarat, karena disakiti oleh orang-orang sebelum kamu.
Maaf, bukannya aku tidak berani ambil resiko, tapi aku hanya merasa kasihan padamu, kamu itu sempurna, sayang! Buat apa kamu hanya mencintai aku?
Kukedipkan mataku berulang-ulang, namun cahaya dari tubuhmu tetap memancar, masih terngiang jelas di kedua telingaku perkataanmu dahulu, "aku ingin mengabdikan diriku untuk negara, untuk bangsa yang telah membesarkanku." Ah, cita-cita muliamu itu hanya menambah daftar alasan mengapa kamu tidak seharusnya bersamaku.
Namun, saat aku memutuskan untuk melawan perasaanku, aku kembali menatap matamu, mata yang telah merubah garis hidupku seratus delapan puluh derajat. Aku tetap terdiam, lalu pelan-pelan kutelan semua ketakutan dan ketidakyakinanku akan semua ini, dan aku tersenyum simpul, yang seharusnya kamu juga tahu apa arti dari senyumku; "aku lebih menyayangimu."

Jumat, 04 April 2014

Matamulah Tempat Itu.

Berjam-jam sudah aku duduk disini, berpangku tangan, memandangi layar handphone memandangi pesan-pesanmu dengan tatapan kosong. Hebat memang, hatiku yang terkenal batu ini, bisa luluh juga dengan kata-katamu. Mudah sekali ya rasanya, kamu yang dulunya bahkan tidak pernah kulirik, kini bisa menjadi orang yang dapat berjam-jam kupandangi. Kata-katamu yang dulunya kuanggap angin lalu kini bisa menjadi sesuatu yang kerap kudengarkan berlarut-larut. Mungkin ini hanya perasaanku saja, saat otak memaksaku untuk berhenti namun hati memaksaku untuk tetap menanti.
Aku tidak tahu, mungkin saja yang kamu katakan padaku juga kamu katakan pada ribuan gadis lainnya, atau saja apa yang kuanggap 'spesial' ini hanyalah ritual yang biasa kau lakukan.
Kamu tahu tidak? Sepertinya aku sudah pernah bilang, bahwa senyum dan tatapanmu adalah bagian dari diriku yang selama ini hilang. Ya, senyummu, senyum yang sempat membuatku terdiam selama 5 menit untuk menerjemahkan apa arti dari senyum itu. Tatapan kamu, yang memaksaku untuk kembali termangu, untuk menjelaskan bagaimana bisa semesta mempertemukan kita, dua orang yang jelas jelas berbeda.
Haha, sial. belum pernah aku mencintai seseorang sampai sedalam ini, belum pernah aku merindukan seseorang sampai-sampai pernafasan dan peredaran darahku sulit berfungsi seperti ini, belum pernah juga rasanya, aku, si gadis cuek yang anti sensitif ini menangis semalaman di kamar hanya karena tidak ingin kehilangan kamu, sosok yang selama ini aku cari, figur yang selama ini aku nanti.
Siapa sangka? Kamu, laki-laki tinggi berpostur tentara, akan 'dititipkan rasa' olehku, si pungguk yang merindukan bulan. Siapa sangka? Kamu yang dulunya membenciku, aku yang dulunya membencimu, kini bisa bertautan dalam suatu koneksi rumit yang biasa kita kenal dengan 'cinta'.
Maafkan aku, yang berlagak puitis. Aku hanya bingung harus seperti apalagi mengungkapkan semua ini padamu, bingung, buntu, tersesat.
Nah, pada akhirnya, kamu hanya perlu percaya, bahwa aku tidak perlu pergi mencari dan berkeliling dunia untuk menemukam tempat terindah, karena matamu lah tempat itu.